Headline News

Surat Wiranto Ke Oso Ungkap Penyalahgunaan Wewenang Menkopolhukam Mengintrrvensi Kekuasaan Kehakiman



Matakatolik.Com-Menko Polhukam RI. Wiranto, dengan Surat No. : UN-853/SD.00.2/07/2018, Perihal Undangan Rakortas Tingkat Menteri, tertanggal 4 Juli 2018, telah mengundang : Ketua KPU; Menkumham; Ketua DKPP; Dirjen Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara pada Mahkamah Agung; dan Ketua PTUN Jakarta, untuk menghadiri Rakortas Tingkat Menteri pada hari, Kamis 5 Juli 2018, Pukul 15.00 WIB, Tempat Ruang Rapat Bima Kemenko Polhukam, Membahas Tindak Lanjut Pasca Putusan PTUN atas Gugatan Terhadap SK. Menkumham Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018, yang dipimpin langsung oleh Menko Polhukam Wiranto.

Kepastian Rakortas Tingkat Menteri tanggal 5 Juli 2018, tidak hanya diungkap sendiri oleh Wiranto sebagai "Dewan Pembina Partai HANURA, dalam Suratnya No. : 01/Dewan Pembina/HNR/VII/2018, Perihal Tindak Lanjut Pasca Putusan  PTUN Nomor : 24/G/2018/PTUN-JKT, Tanggal 5 Juli 2018, yang ditujukan kepada Dr. Oesman Sapta Odang, Ketua Umum Partai Hanura, tetapi juga Surat Undangan Rakortas Tingkat Menteri oleh Menko Polhukam juga beredar luas di Medsos segera setelah surat undangan itu ditandatangani dan dikirim ke berbagai pihak terkait (KPU, DKPP, Menkumham, MA dan Ketua PTUN Jakarta.

Surat Wiranto tanggal 5 Juli 2018 itu menjelaskan Hasil Rapat Koordinasi Dewan Pembina dan Dewan Penasehat Partai Hanura pada tanggal 4 Juli 2018, tentang penyelesaian permasalahan organisasi di Partai  Hanura dalam menghadapi pendaftaran caleg untuk pemilu 2019, mengacu pada kebersamaan serta tidak merugikan kepentingan kader Partai. Namun anehnya Rapat Koordinasi Dewan Pembina dan Dewan Penasehat ini-pun tidak diketahui DPP. PARTAI HANURA pimpinan Dr. Oesman Sapta, sebagai Ketua Umum dan Herry Lontung Siregar, sebagai Sekretaris Jenderal, karena Struktur Dewan Pembina dan Dewan Penasehat hanya dikenal pada SK. Menkumham No. : M.HH-01.AH.11.01, Tahun 2018, Tanggal 17 Januari 2018, yang mengesahkan DPP. PARTAI HANURA pimpinan Dr. Oesman Sapta dan Herry Lontung Siregar.

Selain itu, Wiranto juga dalam suratnya itu menjelaskan tentang hasil Rapat Koordinasi di Kemenko Polhukam pada tanggal 5 Juli 2018 yang dihadiri unsur-unsur dari : KPU, DKPP, Kemenkumham, PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung, menyepakati bahwa "bagi Partai Hanura untuk mengikuti tahapan pencalegan diarahkan mengacu pada SK. Menkumham M.HH-22.AH.11.01 Tanggal 12 Oktober 2017, dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Sarifuddin Sudding. Ini menjadi aneh karena "kesepakatan dibuat tanpa hadirnya para pihak yang berperkara/ Penggugat dan Tergugat". Artinya Wiranto menyalahgunakan jabatan Dewan Pembina Partai memperalat Menko Polhukam mengintervensi Badan Peradilan dan KPU untuk kepetingan Wiranto, Daryatmo dan Sarifuddin Sudding.

Pada butir ke 2 (dua) surat tanggal 5 Juli 2018 itu, Wiranto menegaskan bahwa berdasarkan hasil Rakortas Tingkat Menteri, Dewan Pembina dan Dewan Penasehat meminta agar para pengurus partai Hanura : a. Menghormati dan memenuhi "keputusan hukum yang dikeluarkan dan disepakati" (tanpa menjelaskan apa isi kesepakatan) antara PTUN Jakarta, Mahkamah Agung, Menkumham dan KPU. b.  Melakukan koordinasi dan konsolidasi dalam rangka memberikan dan kelancaran pelaksanaan pendaftaran calon legislatif kepada seluruh kader Partai Hanura di semua tingkatan; dan c. Mengutamakan kepentingan organisasi dan stakeholder partai daripada kepentingan pribadi dan kelompok.

Padahal surat kepada Ketua Umum DPP. Partai HANURA Dr. Oesman Sapta itu seharusnya dibuat dan ditandatangani oleh Wiranto dalam jabatan sebagai Menko Polhukam, karena konten yang disampaikan adalah tentang tindak lanjut putusan PTUN Jakarta No. 24/G/PTUN-JKT, Tanggal 26 Juni 2018 Produk Rakortas Tingkat Menteri "hasil kesepakatan" yang diinisiasi oleh Menko Polhukam. Disinilah letak persoalan bahkan publik mengkonstatir Wiranto telah menyalahgunakan jabatan Menko Polhukam dan jabatan "Dewan Pembina Partai" untuk mengintervensi Badan Peradilan dan Badan-Badan Independen lainnya (KPU dan DKPP) dalam perselisihan Partai Politik Cq. perkara Gugatan No. 24/G/2018/PTUN-JKT antara DARYATMO-SUDDING vs. DPP. PARTAI HANURA pimpinan Dr. OESMAN SAPTA, Ketua Umum dan HERRY LONTUNG SIREGAR, Sekretaris Jenderal.


Padahal surat kepada Ketua Umum DPP. Partai HANURA Dr. Oesman Sapta itu seharusnya dibuat dan ditandatangani oleh Wiranto dalam jabatan sebagai Menko Polhukam, karena konten yang disampaikan adalah tentang tindak lanjut putusan PTUN Jakarta No. 24/G/PTUN-JKT, Tanggal 26 Juni 2018 Produk Rakortas Tingkat Menteri "hasil kesepakatan" yang diinisiasi oleh Menko Polhukam. Disinilah letak persoalan bahkan publik mengkonstatir Wiranto telah menyalahgunakan jabatan Menko Polhukam dan jabatan "Dewan Pembina Partai" untuk mengintervensi Badan Peradilan dan Badan-Badan Independen lainnya (KPU dan DKPP) dalam perselisihan Partai Politik Cq. perkara Gugatan No. 24/G/2018/PTUN-JKT antara DARYATMO-SUDDING vs. DPP. PARTAI HANURA pimpinan Dr. OESMAN SAPTA, Ketua Umum dan HERRY LONTUNG SIREGAR, Sekretaris Jenderal.


(PETRUS SELESTINUS, Wakil Sekjen Bidang Hukum.DPP. Partai Hanura dan Koordinator TPDI).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI