Headline News

Ansy Lema, Mengurai Episode Gerakan Pemuda sebagai Agen Transformasi


Matakatolik.Com - Sejarah Indonesia menununjukkan peran pemuda sebagai inspirator sekaligus agen transformasi bangsa. Karena itu, tidaklah berlebihan, jika sejarah Indonesia merupakan sejarah pemuda.

Demikian diungkapkan politisi muda Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si. dalam diskusi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( FISIP) Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Senin (29/10).

Menurut Ansy Lema, semangat transformatif yang digelorakan pemuda saat itu mampu menyentuh jantung kesadaran kolektif sebagai anak bangsa bahwa kolonialisme dan segala macam dominasi imperialistiknya telah merendahkan harkat dan martabat manusia Indonesia.

"Kaum terpelajar menyadari bahwa penjajahan merendahkan hatkat-martabat manusia. Untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia butuh persatuan bangsa," tegas Ansy dalam diskusi bertajuk “Menjadikan Pemuda Sebagai Inspirasi dalam Pembangunan Bangsa” itu.

Persatuan bangsa, demikian Ansy, menjadi kunci utama menumbangkan kekuatan penjajah kala itu. Ansy menyadari betul bahwa tanpa ada semangat persatuan maka kekuatan-keuatan penjajah akan sulit ditumpas. Modal dasar itulah yang dimiliki para pemuda saat itu.

Tentang Episode Pergerakan Pemuda

Ada yang menarik dari uraian Ansy Lema soal keterlibatan pemuda dalam episode perjuangan bangsa. Mantan Aktivis'98 itu coba mengurai episode pergerakan kaum muda sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan.

Tahun 1908 adalah masa penjajahan Hindia-Belanda. Saat itu, dominasi kolonialisme dalam kehidupan berbangsa begitu terasa. Menurut Ansy, ada sejumlah dalil utama yang dibopong kolonialisme saat itu, yakni penindasan, perampasan, tidak merdeka yang berakibat pada penderitaan.

Namun, ditengah situasi ketertindasan itu, ada semacam semangat kolektif dan perasaan senasip yang tumbuh dan hidup untuk keluar dari rantai kolonialisme. Perasaan tersebut, demikian Ansy, digelorakan dalam semangat persatuan di tengah perbedaan suku, agama dan bahasa.

Sementara itu, tahun 1928, tepatnya pada Kongres Pemuda, para pemuda yang hadir memimpikan apa yang disebut Nation State. Karena itu untuk mewujudkan mimpi tersebut diperlukan kekuatan persatuan meskipun berhadapan dengan fakta pluralitas suku, bahasa dan agama.

"Pemuda melahirkan spirit freedom from yang dikuatkan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dan orang dapat hidup sebagai bangsa katrena kesamaan bahasa, daerah, asal-usul atauu kesamaan mitos yang mer" ungkap Ansy.


Dalam kerangka itu, muncullah kosa-kata Nasionalisme yang merupakan gerakan yang mengubah bangsa sebagai satuan yang bersifat pra-politis menjadi satu unit politik. Bagi Ansy, Nasionalisme menghidupkan dan membangkitkan kesadaran pemuda dan rakyat Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri.

“Nasionalisme adalah kehendak revolusioner untuk mengakhiri penjajahan dan akumulasi kehendak dan kekuatan melalui persatuan nasional” ungkap Ansy mengutip Bung Karno.

Dalam konteks itulah, menurut Ansy, segala perbedaan yang menyangkut kebudayaan, etnisitas, kesukuan, agama, dan daerah menjadi SEKUNDER dan harus “dikorbankan” untuk penyatupaduan.

Mantan Juru Bicara Ahok ini juga menyinggung soal persatuan dan kesatuan yang dihidupkan Orde Baru. Namun, persatuan dan kesatuan ala Orde Baru, demikian Ansy, bersifat memaksa.

"Persatuan yang dimaksud bersifat memaksa. Kekuatan sentralistik, represif terhadap kritikan perbedaan, memakai hegemoni & doktrinisasi P4," tegasnya.

Barulah pada 1998, narasi persatuan dan kesatuan yang memaksa dengan sejata represif dan otoritarianisme itu berhasil dituumbangkan. Namun, Ansy mencatat, kebebesan yang dihirup di zaman reformasi mesti melampaui apa yang disebut Ansy "Freedom For".

"Freedom From saja tidak cukup, tetapi Freedom For. Demokrasi tidak hanya kebebasan tapi harus juga bersenyawa dengan ketertiban/keteraturan," tegasnya.

Bagi Ansy, jika pada masa sebelum kemerdekaan yang utama adalah spirit bhineka tunggal ika atau berbeda-beda, tapi satu, maka dalam masa pasca kemerdekaan yang mestinya menjadi primer adalah spirit bersatu dalam perbedaan.


"Maksudnya, untuk merdeka berbagai elemen bangsa harus rela “meninggalkan” ikatan primordial untuk bersatu. Sementara dalam era pasca kemerdekaan, persatuan Indonesia harus tetap memberikan apresiasi dan ruang bagi keberagaman. Tidak boleh atas nama persatuan, maka kebhinekaan ditinggalkan," ungkapnya.

Tantangan Pemuda Saat Ini

Ansy Lema menyebutkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi pemuda saat ini, seperti intoleransi, radikalisme, berita bohong (Hoax), kemiskinan, ketidakadilan, politik identitas (sentimen agama dan etnik).

Sejumlah tantangan tersebut, demikian Ansy, mesti menyadarkan pemuda agar selalu pro aktif dalam barkampanya melawan hoax, melawan intoleransi dan segala macam permainan politik identitas.

Sejumlah tantangan tersebut sebetulnya tidak pernah terlepasa dari fakta kehidupan sosial dan politik yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Politik identitas yang menyeret SARA hadir di ruang publik. Hoaks bertebaran seolah menjadi suguhan khas percapakan publik kita.

"Peran pemuda sangat krusial, dia dituntut untuk aktif melawan segala bentuk persoalan bangsa yang bisa memecah belah keutuhan," tegasnya.

Matakatolik



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI