Mata Katolik
Popular Readers
-
Matakatolik.com -Sejumlah tokoh nasional yang menggeluti bidang agama dan perdamaian hadiri acara Forum Titik Temu, di Ritz Carlton Hotel...
-
Matakatolik.com -Untuk Abdul Somad: Saya Tak Butuh Ucapan Selamatmu, Dan Jangan Urusi Iman Agamaku Saya tak pernah mengurusi keyakinan...
-
M ATAKATOLIK, Jakarta - Yohanes Handojo Budhisedjati ditunjuk sebagai Ketua Umum Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS). Handojo diper...
-
MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Paus Fransiskus, yang memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio adalah pemimpin Gereja Katolik Roma saat ini. D...
-
Matakatolik.Com - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memulai penataan ulang ( refarming ) Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz di 9 klast...
-
Jakarta, MATAKATOLIK.COM - Menteri Investasi Indonesia, Bahlil Lahadalia dikabarkan akan maju sebagai calon Ketua Umum Partai Golkar dala...
-
Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo Budhisedjati MATAKATOLIK.COM, Jakarta - Ormas Katolik Vox Point Indonesia ikut mendukung re...
-
Matakatolik.com -Paus Fransiskus dijadwalkan akan memimpin Misa di Istora Gelora Bung Karno (GBK) pada 2 September 2020 mendatang. Pemim...
Solusi Untuk Anda!
TPDI: Wisata Halal Upaya Mempermudah Infiltrasi Radikalisme di NTT
Matakatolik.com-Program Wisata Halal yang tengah diperbincangkan publik saat ini dinilai sebagai upaya mempermudah infiltrasi radikalisme di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus.
Menurut Petrus program Wisata Halal yang coba diterapkan oleh Shana Fatina selaku Kepala Badan Otoritas Pariwisata (BOP) di Manggarai Barat, tidak hanya berpotensi memecah belah kerukunan hidup umat beragama di NTT.
Tetapi program ini jelas bertolak belakang dengan program Wisata Budaya yang sedang dikembangkan Pemprov NTT sebagai destinasi wisatawan dunia.
"Publik NTT mulai meragukan itikad baik Shana Fatina karena mencoba menerapkan Wisata Halal di Labuan Bajo, di luar program Wisata Budaya yang sedang dikembangkan oleh Pemprov NTT dan bertolak belakang dengan realitas sosial budaya masyarakat NTT," kata Petrus di Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Shana Fatina, kata Petrus, seharusnya tahu isi UU No.10 Tahun 2009, Tentang Keparawisataan sebagai hukum positif dan paham tentang Konstitusi 1945.
Menurut dia, itikad Shana Fatina untuk menerapkan program Wisata Halal dimaksud, diduga tidak hanya sekedar bermaksud menarik wisatawan Muslim ke NTT
Namun, dibalik itu Shana Fatina patut diduga memiliki agenda khusus yaitu membuka ruang bagi penyebaran dan infiltrasi Radikalisme dan Intoleransi di NTT dengan kemasan Wisata Halal.
"Padahal, Shana Fatina tahu bahwa Kabupaten Manggarai Barat itu adanya di NTT, yang kultur, struktur dan realitas sosial masyarakatnya 100% NTT dan 100% Indonesia," tegas Advokat senior Peradi ini.
Petrus mengatakan, Shana Fatina paham betul bahwa berkembangnya radikalisme dan intoleransi sudah sedemikian sistemik hingga pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
Ia menyebut radikalisme dan intoleransi sudah masuk ke berbagai institusi negara dan sektor-sektor BUMN, termasuk sektor Pariwisata.
Menurut dia, Perogram Wisata Halal Shana Fatina, mengingatkan kita pada himbauan Kepala BNPT Komjen Pol. Suhardi Alius kepada 181 pejabat BUMN se Indonesia di Lembang, Jawa Barat beberapa waktu yang lalu.
Himbauan tersebut bermaksud agar seluruh jajaran BUMN mengidentifikasi benih-benih radikalisme di dalam lingkungannya dan meningkatkan kewaspadaan karena tidak kurang 2 juta karyawan BUMN berpotensi terinfiltrasi atau terpapar radikalisme.
Ia mengatakan kehendak Shana Fatina yang mencoba menerapkan program Wisata Halal di Labuan Bajo, bagi publik di NTT ibarat petir di siang bolong
"Ini adalah langkah yang sangat tidak masuk diakal sehat publik. Sebab melanggar prinsip-prinsip penyelenggaraan usaha Pariwisata dan melanggar UU Kepariwisataan yang mengharuskan penentuan wilayah pariwisata yang strategis atau super strategis tetap memperhatikan aspek sosial, budaya, lingkungan alam sekitranya (ekowisata) dan sejalan dengan agama masyarakat setempat," ujar Petrus.
Benih Radikalisme di NTT
Menurut pengamat masalah sosial budaya NTT ini, upaya menerapkan Wisata Halal, terkandung niat tidak baik.
Bahkan, kata dia, bisa ditafsirkan sebagai upaya untuk membangun sel-sel yang memudahkan infiltrasi radikalisme dan intolerasni di Manggarai Barat atau di NTT.
"Karena bagaimanapun program Wisata Halal ini sudah pasti mengintegrasikan nilai-nilai syariah ke dalam aktivitas pariwisata di Labuan Bajo," ungkap Petrus.
Sebagai Kepala BOP Labuan Bajo, kata Petrus, Shana Fatina harus memegang teguh amanat pasal 18B ayat (2) UUD 1945, dimana negara secara tegas mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum masyarakat adat beserta hak-hak tradisionlnya sesuai dengan prinsip NKRI.
"Sedangakn posisi hukum syariah sendiri tidak termasuk dalam struktur formal hukum positif di Indonesia. Karena itu kebijakan menerapkan Wisata Halal di Labuan Bajo, NTT, tidak memiliki landasan hukum apapun, tidak dikenal di dalam UU No. 10 Tahun 2009, Tentang Kepariwisataan dan di dalam UU No. 5 Tahun 2017, Tentang Pemajuan Kebudayaan, bahkan bertentangan dengan visi besar negara yang terkandung dalam ketentuan pasal 18B ayat (2) UUD 1945," pungkas Petrus.
Matakatolik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar