Mata Katolik
Popular Readers
-
Matakatolik.com -Paus Fransiskus dijadwalkan akan memimpin Misa di Istora Gelora Bung Karno (GBK) pada 2 September 2020 mendatang. Pemim...
-
Viktus Murin Matakatolik.com -Tokoh Kristiani Tahun 2018 Pilihan Majalah Narwastu, Viktus Murin mengecam keras 'aksi paksa mengecap...
-
Matakatolik.com- Presiden Jokowi memberi ucapan selamat hari perayaan Jumat Agung kepada seluruh umat Kristiani di Indonesia. Ucapan Pr...
-
Matakatolik.com -Kasih harus menjadi pedoman dalam membangun Reksa Pastoral di Keuskupan Ruteng Manggarai Flores NTT. Hal ini disampaikan...
-
Matakatolik.com- Saudara sekalian yang terkasih, selamat merayakan tri hari suci paskah. Tri hari suci: Kamis Putih, Jumat Agung dan Sa...
-
Matakatolik.com -Yohanes Bayu Samudro dilantik menjadi Dirjen Bimas Katolik oleh Menteri Agama Fachrul Razi di Jakarta, Senin 10 Agustus 20...
-
Matakatolik.com -Menteri Agama Fachrul Razi hari ini menunjuk Aloma Sarumaha sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Bimas Katolik. Bersamaa...
-
Matakatolik.com - Direktur Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan (LKAK), Viktus Murin mendesak Presiden Jokowi untuk menegur Menteri Agama F...

Yudi Latif: Pancasila Perlu Diaktualisasikan di Tengah Pandemi Covid-19
Matakatolik.com-Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIIP) Yudi Latif menjelaskan Pancasila yang baru saja diperingati setiap 1 Juni merupakan dasar atau fitrah Negara yang perlu direalisasikan di masa pandemi ini. Ia menyebut saat membicarakan new normal pun maka juga berbicara tentang Pancasila sebagai Staat Fundamental Norm.
“Maka dikatakan Pancasila ini sebagai norma dasar negara. Dengan kata lain kalau kita bermimpi tentang new normal itu bukan cuma bicara tentang kembali ke rutinitas baru tetapi memasuki rutinitas yang baru dengan norma yang benar,” kata Yudi Latif dalam Seminar Nasional Pancasila secara virtual yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia, Selasa (2/6).
Mantan ketua BPIP itu lebih lanjut membeberkan tantangan besar di dalam new normal adalah secara konsisten mengamalkan norma Pancasila itu dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara dengan cara keluar dari normalitas yang salah (false sense of normalcy) ke suatu bentuk normalitas yang benar (true sense of normalcy).
“Nah biasanya ketika kita menghadapi krisis, kita kemudian membangun pagar (Building Fence), kalau kita ingin keluar dari krisis kita harus memiliki kesadaran bersama bahwa kita memang mengalami masalah,” kata dia.
Ia juga mengingatkan akan pentingnya kejujuran, serta jangan mencoba-coba memanipulasi kenyataan dalam kondisi covid 19 ini. Menurutnya covid 19 bisa membongkar siapapun dan kenyataan apapun saat ini.
“Jangan deh, semua bisa dijebol oleh covid 19 ini. Jangan membuat seluruh pencitraan yang tidak perlu. Tidak bisa bekerja betul-betul bisa ditelanjangi oleh covid 19 ini,” tegasnya.
Ia menambahkan membangun pagar dengan cara memilih dimana strong point bangsa ini. Ia meyakini Indonesia masih memiliki kekuatan yakni nilai-nilai gotong royong yang belum sepenuhnya hancur dan Indonesia sebagai rumah besar belum sepenuhnya murung.
Ia menilai bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kuat dan survive meskipun diragukan oleh bangsa yang lain bahkan saat menghadapi masa pandemi ini.
Hal itu, kata dia, sudah teruji dalam sejarah bangsa Indonesia mulai dari penjajahan, orde lama, orde baru, masa reformasi hingga saat ini. Menurutnya itu karena Indonesia memiliki kekuatan rakyat yang luar biasa.
“Justru ketika ada wabah, krisis, bencana maka tolong menolong dan nilai gotong royong itu muncul ke permukaan bangsa ini,” kata Yudi.
Meski demikian, kata dia, gotong royong dan solidaritas bangsa Indonesia masih dalam tataran emosional. Ia menerangkan bangsa Indonesia seharusnya perlu menghidupi solidaritas dan gotong royong itu setiap hari tanpa menunggu bencana dan wabah.
Menurutnya itu bisa dilakukan hanya dengan melembagakan gotong royong tersebut dalam institusi Negara. Melalui institusi tersebut, maka Negara ini bisa dikelola secara bersama mulai dari pusat hingga daerah dan terhindar dari kesan sentralistik.
“Gotong royong bukan hanya terhenti pada level-level inisiatif warga tapi terlembagakan dalam institusi kenegaraan,” tutup Yudi Latif.
Matakatolik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar