Headline News

TPDI Minta SKB 3 Menteri Tentang Penegakan Hukum ASN Ditinjau Kembali


Petrus Selestinus

Matakatolik.com-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus meminta SKB 3 Menteri yakni Mendagri, Menpan-RB dan KBKN RI Tentang Penegakan Hukum ASN ditinjau Kembali.

Ia menegaskan agar Mendagri, Menpan-RB dan Kepala BKN RI harus meninjau kembali atau mencabut SKB Nomor :  182/6597/SJ, Nomor : 15 Tahun 2018 dan Nomor :153/KEP/2018, Tertanggal 13 September 2018.

Dalam keterangan pers yang diterima Matakatolik.com, Petrus mengatakan SKB Tiga Menteri dimaksud tidak memiliki landasan hukum karena tidak ada putusan hakim yang memberi wewenang kepada ke 3 Menteri tersebut untuk mencabut status kepegawaian ASN yang menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Disamping itu pejabat yang memiliki wewenang untuk melaksanakan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap adalah  hanya Jaksa Penuntut Umum selaku Eksekutor, sehingga dengan demikian ke 3 (tiga) Menteri dimaksud tidak memiliki legal standing dengan dasar SKB mencabut Status dan Hak Mantan Napi ASN,” kata Petrus.

Menurut Advokat Peradi itu, ketika sebuah tindakan administratif yang hendak dijalankan atas nama Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap, maka keabsahan tindakan itu barulah sah dan terjadi apabila Amar Putusan Majelis Hakim dalam menjatuhkan vonis selain hukuman badan atau penjara bagi Terdakwa, juga Majelis Hakim mencabut hak-hak tertentu dari Terdakwa berdasarkan wewenang Majelis Hakim yang diberikan oleh UU dan KUHP.

“Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan hukum ketika memeriksa, menhadili dan menjatuhkan vonis. Ia diwajibkan mempertimbangkan segala UU yang bersangkutan dengan kejahatan yang didakwakan kepada terdakwa dan UU terkait lainnya yang terkait dengan hak-hak terdakwa, bahkan sikap hidup serta keadaan sosial yang mempengaruhi cara hidup dari terdakwa,” kata Petrus.

Dikatakan Petrus dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atau Tindak Pidana lain terkait kejahatan dalam Jabatan Terdakwa, ketika Majelis Hakim tiba kepada pembacaan vonis, maka ada Terdakwa yang selain divonis dengan pidana penjara dan membayar denda dan mencabut hak-hak tertentu dari Terdakwa.

“Akan tetapi juga ada terdakwa yang divonis hanya dengan pidana penjara dan membayar denda tanpa ada penjatuhan sanksi pencabutan hak-hak tertentu datri terdakwa seperti hak memilih, dipilih dan hak terdakwa sebagai ASN. Artinya mengenai pencabutan hak-hak terdakwa yang berasal dari ASN terkait kejahatan jabatan harus dituangkan juga dalam Amar Putusan Majelis Hakim, sehingga yang melaksanakan putusan itu adalah Jaksa sebagai eksekutor,” jelas Petrus.

Untuk itu, kata Petrus, terhadap 2.357 ASN yang merupakan mantan Napi karena telah divonis bersalah melakukan kejahatan jabatan dan telah selesai menjalani masa hukuman penjara tanpa dicabut hak-hak tertentu dari ASN, bahkan telah kembali berkarya sebagai ASN dengan prestasi baik bahkan terbaik.

“Maka siapapun tidak boleh melakukan tindakan Pemberhentian Terhadap ASN mantan Napi Kejahatan Jabatan atas nama Pelaksanaan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap,” ujar dia.
Sebab, kata Petrus, tidak semua terdakwa perkara pidana Kejahatan dalam jabatan divonis penjara disertai dengan pencabutan hak-hak tertentu dari terdakwa.

“Dengan demikian maka 2.357 mantan napi kejahatan dalam jabatan bahkan diberi label "koruptor" yang saat ini sudah diberhentikan dari status ASN dengan segala akibat hukumnya, hanya.atas dasar SKB 3(tiga) Menteri dimaksud, maka ti dakan demikian jelas merupakan Pelanggaran Hukum dan HAM,” katanya.

Selain daripada itu, SKB 3 (tiga) Menteri dimaksud telah merampas kewenangan Badan Peradilan yang kewenangannya diatur oleh UUD 1945 dan UU Tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Ini merupakan tindakan melampaui wewenang, menyalahgunakan wewenang dan mencampuradukan wewenang serta telah melanggar prinsip hukum yaitu  prinsip ‘ne bis in idem’ alias prinsip yang melarang seseorang tidak boleh diadili dan dihukum untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama yang sudah ia jalani,” jelas Petrus.

Oleh karena itu, kata Petrus, Mendagri, Menpan-RB dan KBKN-RI harus dianggap telah menghakimi 2.357 ASN dan menghukumnya di luar mekanisme Hukum Acara yang berlaku dengan melampaui wewenang, menyalahgunakan wewenang dan memcampuradukan wewenang Badan Peradilan dengan Wewenang Kekuasaan Ekskutif secara melawan hukum.

Atas dasar itu maka sesuai dengan Diktum ke 5 SKB 3 (tiga) Menteri dimaksud, Mendagri, Menpan-RB dan Kepala BKN RI harus memperbaiki SKB.

“Membatalkan atau mencabut SKB dimaksud dan mengembalikan 2.357 ASN yang sudah dipecat ke dalam jabatan, fungsi dan tugasnya seperti semula. Ini adalah negara hukum dan sepenuhnya menjadi wewenang Badan Peradilan serta Jaksa Penuntut Umum selaku eksekutor. Jangan menghakimi 2.357 ASN untuk kedua kalinya di luar mekanisme UU, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula,” pungkas Petrus.

Matakatolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI