Headline News

Nasib Capres di Tangan MK


Goris Lewoleba

Matakatolik.com-Memperhatikan jagad  politik dewasa ini, tampak terasa bahwa tata  dunia politik Indonesia seolah berada di Tangan Mahkamah Konstitusi.

Hal ini disebabkan karena, pesta Demokrasi melalui Pemilu 2019, pada akhirnya bermuara ke Mahkamah Konstitusi sebagai penentu akhir suatu kemenangan.

Pertarungan politik Indonesia di 2019, dapat diibaratkan sebagai pertandingan sepak bola yang impresif dan bermutu tinggi.

Pertarungan itu sekelas Pertandingan Sepak Bola El Clasico antara Kesebelasan Real Madrid melawan Kesebelasan Barcelona.

Sebagaimana pertandingan El Clasico antara Real Madrid dan Barcelona, maka biasanya yang akan menjadi sorotan publik,  adalah para pemain bintang lapangan, yaitu Christiano Ronaldo dan Lionel Messi.

El Clasico Politik

Sama halnya dengan El Clasico di sepakbola dimana yang menjadi sorotan publik adalah pemain bintang lapangan, maka di perhelatan pesta Demokrasi di Indonesia melalui Pemilu 2019, terutama Pemilu Presiden, maka yang menjadi  bintang lapangan itu adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Meskipun demikian, di babak akhir perpanjangan waktu dan di saat mendekati in juri time, malah bukan kedua pemain bintang itu  yang menjadi sorotan penonton di Stadion dan di Siaran Langsung bagi pemirsa di TV,  tetapi justru yang menjadi sorotan utama adalah MK sebagai Wasit Pemimpin Pertandingan.

Dengan demikian, maka bintang lapangan  telah menjadi milik MK sebagai Wasit  Pengadil hasil akhir dari pertarungan Pilpres 2019.

MK Lembaga Kredibel

Hari-hari ini, menjelang kelanjutan Sidang  Sengeketa Pemilu  di MK, besok Selasa, Tanggal 18 Juni 2019, rasanya semua mata tersorot ke arah Mahkamah Konstitusi untuk mengetahui apa gerangan yang akan terjadi.

Demikian juga, segenap hati berdebar menanti untuk menyaksikan Keputusan MK tentang siapa Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk  lima tahun ke depan (2019-2024).

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa,  kewajiban dan wewenang Mahkamah Konstitusi telah diatur dalam UUD 1945.

Dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa, Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka  Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung.

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Dengan demikian, maka Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang Kekuasaan Yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kecuali  itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Memperhatikan narasi tersebut di atas, maka tampak jelas bahwa MK memegang peranan yang amat penting dalam mengawal arah perjalanan bangsa Indonesia, termasuk menentukan siapa Pemimpin Bangsa ini ketika terjadi perselisihan dan atau sengketa dalam Pemilu Presiden.

MK Wasit yang Imparsial

Sebagai Wasit yang Imparsial, maka dengan meminjam Saiful Huda (2019), MK diharapkan memutuskan perselisihan hasil  Pilpres  secara adil, berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Paslon 02, yang mendalilkan bahwa  telah terjadi pelanggaran Pilpres yang bersifat TSM itu.

Dengan demikian maka, sebaiknya semua pihak dapat memahami bahwa, ketentuan Pasal 463 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dimana dinyatakan bahwa MK tidak memiliki kewenangan untuk mengadili  Perkara Pelanggaran Pemilu, karena hal itu telah menjadi kewenangan dari Bawaslu.

MK hanya berwenang untuk mengadili perselisihan perhitungan perolehan suara hasil Pilpres.

Oleh karena itu, dengan menjadi bintang lapangan di El Clasico Politik Indonesia saat ini, diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia supaya MK dapat menjadi Wasit yang Imparsial, karena Presiden Indonesia periode 2019-2024 berada di ujung ketok Palu melalui Tangan Hakim Mahkamah  Konstitusi yang bersifat final dan mengikat. 

Goris Lewoleba
Alumni KSA X LEMHANNAS RI
Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA
Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA

Matakatolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI