Headline News

Mabarku Sayang, Mabarku di Mana?




Vinsensius Patno 

Matakatolik.Com-Ulang tahun merupakan refleksi perjalanan yang telah ditempuh sepanjang tahun ini. Dengan ulang tahun orang berharap akan ada perubahan signifikan dalam perjalanan hidup berikutnya. Dan dengan ulang tahun orang merencanakan apa yang dilakukannya untuk memenuhi impian maupun harapan yang tertunda.

Jejak-jejak perjuangan Manggarai Barat dibentuk selalu terukir dalam nadi sang pengabdi. Berjuang tanpa lelah demi sebuah otonomi dengan kerikil tajam tidak menjadikan para pejuang untuk berhanti ditengah jalan. Justru kerikil tajam itu menjadi cambuk untuk terus berjuang. Keringat dan air mata menyatu dalam kemenangan. Manggarai Barat terbentuk menjadi Kabupaten? Ia tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kabupaten yang berkembang secara pesat. Kota pariwisata yang menyimpan segudang keindahan dengan komodo sebagai ikon internasional. Nama Manggarai Barat melejit keseluruh pelosok negeri dan dunia.
Ulang tahun kabupaten Manggarai Barat merupakan refleksi kolektif atas sejumlah harapan dan impian warga untuk tahun berikutnya. 

Ulang tahun kabupaten Manggarai Barat  boleh disebut sebagai refleksi korektif tentang apa saja yang telah dicapai dan yang belum diraih selama ini. Tak aneh bila Hari Ulang Tahun Manggarai Barat menjadi riuh oleh sejumlah aktivitas, minimal aktivitas rasa syukur bahwa hingga 16 tahun kabupaten ini masih tetap dicintai warganya.

Meskipun ekspresi kecintaan kepada Manggarai Barat dilakukan masayarakat dengan cara beragam, intinya sama yakni adanya keinginan untuk memajukan taraf kehidupan warga masyarakat secara umum. Sebuah tindakan yang berawal dari proses penyadaran bagi sebuah kesejahteraan kolektif. Sebuah kesadaran yang dibangun tidak saja oleh mimpi, melainkan oleh pertimbangan realitas dan kemampuan daerah. Dalam kaitan ini sangat boleh jadi, ekspresi kecintaan terhadap kabupaten ini antara warga dengan pemerintah berbeda.

Pemerintah ingin agar perundangan (peraturan) daerah bisa berbunyi di masyarakat dengan tujuan terealisasinya program pembangunan yang telah dicanangkan. Sementara masyarakat menghendaki kota yang telah dihuni (dan memberi kehidupan) itu menjadi semakin cantik, semakin memberi harapan hidup yang lebih baik sehingga peluang usaha serta mempertahankan hidup dapat meningkat.
Jikalau ada perbedaan perspektif dalam hal cara merealisasikan impian kolektif itu antara pemerintah dengan warganya seharusnya menjadi semacam bahan renungan bersama untuk merumuskan sebuah grand desain kota.
Kabupaten Manggarai Barat dibangun harus melalui grand desain yang menyejahterakan masayarakat. Desain besar itu harus terekam dalam kebijakan daerah yang berpihak kepada publik, sehingga ia dinamakan kebijakan publik. Desain besar itu pun harus memuat arah pembangunan berwawasan ke depan. Tentu saja dalam rangka meretas impian kolektif itu menjadi nyata.
Sudah 16 tahun usia Kabupaten Manggarai Barat. Sudah banyak ragam perjalanan di dalamnya. Berbagai sketsa sejak masa pembentukan sampai saat ini tumbuh dan berekembang dengan berbgai dinamika. Artinya sepanjang usia Manggarai Barat perubahan terus tampak dan mengiringi proses perkembangan kota. Perkembangan dan perubahan itu diperlihatkan (minimal) dengan adanya interaksi manusia di wilayah Kecamatan dan desa. Interaksi itulah yang dapat dipertanyakan apakah telah memenuhi impian kolektif atau sebaliknya interaksi itu hanya merupakan impian individual semata? Apakah Interaksi sepanjang usia kabupaten Manggarai Barat pada masa kepemimpinan tertentu merupakan awal penilaian bersama menyangkut kebijakan publik. Jikalau kebijakan publik yang dituangkan dalam sejumlah perundangan daerah atau peraturan daerah berhasil meningkatkan taraf hidup bagi warganya berarti interaksi manusia di Manggarai Barat  ini boleh disebut telah berpihak kepada publik.
Sebaliknya apabila kebijakan publik dalam peraturan daerah itu gagal atau bahkan tidak menyentuh kebutuhan hajat hidup rakyat, maka pada ulang tahun yang ke-16  ini harus ada upaya reflektif untuk merumuskan ulang: apa dan bagaimana metode yang tepat bagi pemenuhan kesejahteran publik tersebut. Hal yang kerap jadi persoalan bersama di Manggarai Barat sampai kini masih seputar peraturan penegakan hukum,calo tanah, sampah, lahan parkir, sapi liar, pedagang kaki lima, dan kualitas jalan.
Konsep pembangunan, dalam hal ini peraturan daerah, harus mampu memberi solusi atas problem yang berulang itu. Tata ruang wilayah yang dikehendaki undang-undang serta berpijak pada kenyamanan hidup warganya, setidaknya menjadi acuan bagi terealisasinya kota harapan, kota yang menyimpan harapan hidup serta menyediakan peningkatan indeks prestasi ekonomi.
Persoalan lain yang layak jadi refleksi kolektif pada ulang tahun Manggarai Barat tercinta ini berkaitan dengan kemudahan pelayanan publik dalam hal pendidikan, kesehatan, dan pertanian. Sebagaimana jadi pengetahuan bersama, pendidikan dasar di Manggarai Barat masih menjadi kendala bagi warga miskin. Kendati SD dan SMP Negeri tidak memungut biaya Sumbangan Pembayaran Pendidikan (SPP) namun tetap saja di awal tahun pertama menjadi siswa, ada pungutan atas nama uang gedung dan sebagainya yang harus dibayarkan orang tua siswa. Sudah saatnya aturan tersebut diperingan dan menjadi keharusan dinas pendidikan agar mampu memecahkan masalah ini.
Dalam hal kesehatan pun mesti ada perimbangan agar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tidak sekadar menjadi pelayan pasien miskin. Jika pun memang harus, tetap harus ada kesungguhan pemerintah daerah mengeluarkan dana secara cepat dan lancar kepada RSUD. Pasien miskin memang harus dilayani sebagaimana halnya pasien mampu.
Menurut hemat penulis, refleksi yang patut dilakukan dalam peringatan hari ulang tahun Manggarai Barat pun tidak terlepas dari adanya political will dalam sisi reformasi birokrasi. Artinya untuk mempermudah pelayanan publik sekaligus mengeliminir “idiom birokrasi” yang kira-kira berbunyi: kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah. Reformasi birokrasi pun erat kaitannya dengan integrasi antarbirokrasi. Sesama birokrasi terkait yang ada harus sejalan, minimal memiliki data base yang sama terhadap setiap persoalan. Dari situ kelak akan dapat saling menunjang pembangunan. Misalnya tidak membuat data yang berbeda hanya karena berdasar kepentingan sesaat. Dengan kata lain perlu dicanangkan keinginan bersama untuk menciptakan birokrasi yang berpatokan pada kemajuan kesejahteraan umum.

Berpangkal dari keinginan bersama itulah riak berupa protes warga dalam sektor ekonomi dengan sendirinya mengecil. Berarti harus ada kesungguhan kerja birokrat dalam merumuskan konsep ekonomi warga yang berpihak pada peningkatan taraf hidup masyarakat yang menghuni kabupaten Manggarai Barat ini.
Refleksi ini ditulis sebagai titik masuk betapa masih banyak persoalan Manggarai Barat yang memerlukan keseriusan seluruh pihak dalam rangka ekspresi kecintaan terhadap Manggarai Barat yang tercinta ini.
(Catatan refleksi dihari Ulang Tahun Manggarai Barat yang ke-16)
Vinsensius Patno (Pemerhati Sosial)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 MATA KATOLIK Designed by Templateism.com and Supported by PANDE

Diberdayakan oleh Blogger.
Published by Sahabat KRISTIANI